Menjadi seorang jomblo - atau akan terlihat lebih berkelas jika kita menyebutnya sebagai single - adalah hal yang relatif. Baik itu merupakan hal yang positif maupun hal yang negatif. Banyak hal yang membuat seseorang enggan untuk memasuki fase ini, namun banyak juga orang yang berharap kembali memasuki dan bertemu dengan hal ini. Ada yang mengatakan bahwa menjadi jomblo itu bebas, tidak ada yang mengatur-atur kehidupan personal kita; ada juga yang mengatakan bahwa ketika seseorang sedang berada di fase ini, pada dasarnya mereka sengaja melakukannya hanya untuk sekedar melakukan revival, baik dalam urusan cinta maupun ketebalan dompet dan tabungan di bank; dan tidak menutup kemungkinan untuk seseorang menjadi jomblo karena keadaan. Dan pernyataan yang terakhir barusan merupakan yang paling...em...never mind.
Gue dulu pernah menulis tema yang serupa di blog gue yang dulu, mungkin circa 2010. Gue menulisnya ketika gue masih baru saja lulus SMA, masih labil, pembendaharaan kata masih terbatas, dan yang paling ironisnya adalah pada saat itu gue masih berada dalam suatu hubungan yang sangat erat dengan mantan gue. It felt wrong. Tidak seharusnya seseorang yang berada dalam suatu hubungan yang harmonis kehidupan alam sutra menceritakan dan memberi wejangan bagi para jomblo. Dan begitu pula sebaliknya, jomblo terhadap pasangan. Jomblo dan Couple memiliki sudut pandangnya sendiri-sendiri mengenai hal yang namanya cinta (Urgh, gue geli sendiri nulis kata ini (tuhkan!)).
Some saw it as a beautiful butterfly with rainbow wings fluttered and flown across the green meadow of grassland, leaving a rainbow trails and sweet scents that could excelled a petunia's growth; and some saw it as the grossest thing they ever seen right after saw-an-adult-vomiting-his-or-her-recent-meal-at-the-mall-and-pretending-nothing-happened and experienced a lap dance by an extremely over-weighted lady (with tons of skin-fat folding) while did a Arabian belly dance.
Oleh karena itu, demi masa-masa gemilang gue di masa lampau, demi menghapus kesalahan gue dulu karena telah sotoy menasihati para jomblo dengan nasihat-nasihat sesat gue, demi terciptanya masyarakat yang madani, halalan, thoyibban, maka gue dedikasikan post ini untuk gue yang dimasa lampau. Fak yu men, fak yu!
P.S.: Buat dedek-dedek yang masih SD atau baru masuk SMP yang lagi iseng nyari-nyari di google mengenai "enak atau engga sih jomblo itu" atau "jadi jomblo itu enak gak?" atau "to jomblo or to not jomblo; that is the question." (seriously dude, you're way too far out..), kalian telah memasuki blog yang salah! Kalian itu seharusnya lagi asik-asiknya main tak jongkok atau maen galaksing, atau maen tak umpet; bukannya galau mengenai menjadi jomblo atau pacar. Tonton film-film yang berguna, sering-sering tonton TVRI, perbanyak ibadah dan beramal, dan hormati ibu dan bapakmu. Dan kalo kamu-kamu udah terlanjur baca sampai paragraf ini, ya apa boleh buat. Kalian akan melihat segelintir kehidupan yang akan kalian jalani nanti. Enjoy.
***
Sebagian orang mengatakan hanya sekedar kesialan belaka, beberapa orang menanggapinya seperti kejadian biasa yang dialami manusia pada umumnya, dan sebagian orang mengganggapnya sebagai suatu pertanda kiamat selain munculnya Dajjal di muka bumi. Banyak pandangan mengenai jomblo - yang mulai dari sekarang gue akan menulisnya menjadi single agar terkesan berkelas - baik itu yang negatif maupun positif. Dari sudut pandang logika sampai dengan yang berkaitan dengan campur tangan Tuhan YME. Manusia gak berhenti untuk mencari yang namanya definisi dari "menjadi single" itu sendiri, dan begitu pula gue.
Menjadi salah satu kaum manusia yang lebih sering menerima penolakan dan segala sesuatu yang berimbuhan -zone dibelakangnya (friendzone, temen-curhat-zone, driverzone, kakakzone, dan ternyata-sudah-dijodohin-zone) dibandingkan dengan pernyataan cinta yang direspon dengan anggukan disertai senyum simpul seorang lawan jenis yang disukai yang menandakan ia setuju, membuat gue cukup pede untuk menuliskan post ini. Seperti gue menunjukan pada dunia bahwa ada lagi satu orang yang kehidupan percintaanya seperti di film-film yang bergenre bitter-sweet comedy; terkadang lucu untuk ditertawakan bersama-sama, namun di satu poin membuat terdiam dan memaksa untuk merefleksikan diri terhadap realita yang ada.
Menurut gue, ada 2 tipe general kaum single di Indonesia (gue gak berani bilang di dunia; ke Singapore aja belom pernah, apalagi dunia.):
- Single karena Keadaan
- Single karena Keinginan
Dua jenis manusia yang berbeda; yang satu dikarenakan oleh takdir, sedangkan yang satu didasari oleh tuntutan hati/perasaan/hasrat/nafsu/kepentingan lain.
Single Karena Keadaan
I bet all of you frequently heard this one. Beberapa orang memasuki (kembali memasuki) fase ini karena keadaan yang memaksa mereka untuk masuk; bisa karena ketidak cocokan yang berakhir putus, perbedaan agama dan pemahaman, salah satu dari kalian telah dijodohkan oleh orang tua masing-masing, munculnya orang ketiga, or just simply can't have each other even both of you were in love. Beberapa hal memang ditakdirkan untuk tidak dapat dijelaskan secara logika atau cara apapun, dan mungkin begitu juga hal ini. Terkadang, mereka yang sering mengalami hal ini cenderung mudah untuk move on, lebih baik dalam hubungan berikutnya; karena mereka belajar dari pengalaman sebelumnya. Esensi dari kehidupan adalah belajar, dalam hal apapun itu.
Single Karena Keinginan
Terkadang mereka tidak mau menyalahkan faktor luar karena telah mempengaruhi keputusan mereka ini; karena mereka tahu bahwa keputusan yang mereka ambil ini memang pure berasal dari dalam diri mereka sendiri. Ada orang yang sengaja memutuskan pasangannya karena sudah bosan dan ada keinginan untuk mencari calon pasangan lain dalam waktu cepat. Ada yang sengaja memutuskan dengan alasan "Kamu terlalu baik untuk aku.." atau "Aku mau fokus belajar/kuliah/kerja dulu..". Atau yang paling membingungkan adalah mereka yang memang memutuskan untuk tidak menjalin hubungan, dan lebih memilih untuk sendiri. It depends on their perception and goals and interest. Ada beberapa tipe orang yang menganggap bahwa dirinya mampu bertahan hidup sendirian, extremely mandiri, bahkan untuk menjadi seorang loner pun menjadi hal yang biasa. Mungkin orang-orang seperti ini memiliki kisah pahit di masa lalu yang membuat mereka menjadi seperti ini. I said this because I know a girl who exactly like this, and not to forget, myself.
Terkadang, keadaan dapat membuat seseorang (atau dua orang) berpisah dan berjalan di setapak yang hanya dapat dilihat masing-masing. Namun terkadang keadaan juga dapat membuat dua orang bertemu tanpa direncanakan, tanpa ada pertanda dari langit dan kawan-kawannya. Seperti dua garis yang pada awalnya tidak pernah bertemu, yang semakin lama mendekati titik dimana mereka akan bersilangan.
Kalian akan bersilangan satu dengan lainnya pada saat yang telah ditentukan, tempat yang ditentukan, dan tanpa mengetahui bagaimana kalian akan saling bertemu satu dengan lainnya. Kau akan menatap matanya tanpa ada persiapan dan begitu juga dengan dirinya. Kalian akan tertegun dan saling memandang dan pada akhirnya kalian berdua akan memberanikan diri untuk tersenyum. Dalam pikiran kalian masing-masing, muncul hasrat untuk saling mengenal, namun kalian bertanya-tanya apakah hal tersebut "wajar"? Pada akhirnya kalian memutuskan untuk saling berjalan sendiri-sendiri, menuju arah yang berbeda, masa depan yang berbeda, dan saling memendam pertanyaan yang sampai pada saat ini masih bertengger damai di dalam hati. Dan kalian pun berjalan menyusuri petapak yang telah ditujukan untuk masing-masing kalian, tanpa mengetahui bahwa didepan sana, kalian akan berjumpa lagi, pada jalan yang sama.
Menjadi single ada enak dan tidak enaknya. Dan mereka memiliki berat proporsi yang kurang lebih sama jika dirata-ratakan. Mungkin sisi menyenangkannya adalah kita memiliki kebebasan yang lebih jika dibandingkan ketika kita berada dalam suatu hubungan yang serius. Mungkin ketika kita sendiri, kita bebas kemanapun, melakukan apapun, berjumpa dengan siapapun, atau berkenalan dengan siapapun yang kita mau. Tidak ada yang dapat mengatur. But when there's no rules, come chaos. Gue selalu beranggapan bahwa seenak apapun gue menjadi jomblo, gue lebih nyaman ketika memiliki pacar. Tapi, tiap orang punya pendapatnya masing-masing. Punya anggapan dan harapan masing-masing mengenai apakah menjadi seorang jombloan/jomblowati adalah hal yang menyenangkan atau tidak.
Gue pernah baca di bukunya Murakami, salah satu karakternya pernah berkata, I'm paraphrasing, "seindah-indahnya suatu mimpi, pada akhirnya mimpi tersebut akan berakhir". Mungkin seindah-indahnya masa-masa lo single akan berakhir dan digantikan dengan masa-masa indah ketika lo memasuki suatu hubungan, dan mungkin masa-masa indah ketika lo berada dalam suatu hubungan akan berakhir, dan eventually lo akan menemukan kembali masa-masa indah ketika lo sendiri. Mungkin.