Thursday, July 30, 2015

Poetweet: Bukan Alasan Untuk Berkilah Pada Dosen Bahasa Indonesia Untuk Bikin Puisi

Bayangkan anda tiba-tiba disuruh oleh dosen bahasa Indonesia untuk menciptakan suatu puisi lengkap dalam waktu kurang lebih 5 menit. Mungkin di zaman dulu dibutuhkan lebih dari 5 menit untuk menciptakan suatu puisi yang berima dan masuk akal. Zaman dahulu, untuk menciptakan puisi butuh pengorbanan waktu dan perasaan yang besar untuk benar-benar bisa menciptakan sesuatu.

Tapi sekarang, hail internet and technology, menciptakan suatu puisi tidak perlu susah susah lagi!

Karena sedang hits di twitter mengenai hal ini, saya sesampai rumah langsung menjajalnya. Dan "hal ini" bernama Poetweet. Tidak perlu dijelaskan secara mendetail, karena pada intinya adalah mesin ini bisa menciptakan 3 jenis puisi yang berbeda-beda dengan hanya berbekal kumpulan twit yang pernah anda tulis dan tubirkan.

Tanpa panjang lebar, nikmatilah dua puisi yang tercipta dari twiit saya yang entah saya tulis secara sadar maupun tidak.


Bisa Berdiri~ by Rizki Aditya



Nya Kalau Belum by Rizki Aditya


Sekianlah post kali ini yang mempromosikan eksistensi Poetweet. Tidak ada sponsor-sponsoran yha~

Tuesday, July 28, 2015

Generasi Penulis Sekarang, Generasi Penasihat Percintaan

 
Melihat dari semakin banyaknya novel bertemakan percintaan di belantika perbukuan di Indonesia (mungkin di sekitar saya secara personal), terkadang saya menemukan bahwa semakin kesini, gaya penulisan novel percintaan ini semakin mengarah kepada self-help dibandingkan dengan hanya sekedar novel belaka yang dibaca untuk haha hihi atau menangis tersedu-sedu. Tidak perlu saya tunjuk dan beritahu, anda juga dapat melihatnya di toko buku dan melakukan sneak peak kan?

Biasanya seperti ini:

Penulis menceritakan pengalaman kisah cintanya terhadap salah seorang gadis/pria. Mulai dari awal hingga selesai, baik itu berujung happy ending maupun tidak (namun biasanya yang benar-benar happy ending diletakan di bab terakhir dari buku, dianggap sebagai closing lah..). Selama perjalanan percintaan mereka, mereka sudah makan asam garam dan mungkin tetiba ingin memberikan petuah dan nasihat kepada para pasangan diluar sana (atau bahkan para pemuda pemudi pencari kerja pasangan) bagaimana dalam melakukan maintain terhadap suatu hubungan: do's and don'ts yang perlu diperhatikan, tindakan preventif apa saja jika berada dalam kejadian yang serupa, what gift should you brought, dan mungkin hingga kepada list top 10 SMS gombal yang tidak begitu kampungan yang dapat dikirim ke pasangan atau bahkan calon pasangan anda.

Contohnya? I have no right to pin point them here.

Dan pada akhirnya disinilah kita berada, diantara hiruk pikuk kota Jakarta, kemacetan dimana-mana, hingga gombalan yang sama yang dilakukan berulang-ulang kepada ratusan remaja muda mudi di sekitaran kita. Semua terlihat sama, bahkan mungkin mereka juga melakukan hal yang serupa dengan satu sama lain; mengikuti petuah yang diucapkan para advisor melalui bukunya dan berharap memperoleh output yang sama dengan apa yang mereka baca. Berdandan se-dandy mungkin lah, membawakan martabak manis ketika berkunjung ke rumah pasangan lah, atau bahkan benar-benar melakukan candle light dinner yang terkesan aneh dikarenakan mereka masih SMP dan mencoba untuk menerapkan hal-hal yang dilakukan oleh para penulis yang sudah dewasa.
In my opinion, those writers are good advisers. Mereka berharap dengan memberikan pengalaman mereka terbuka untuk umum, tidak ada orang lain yang akan mengalami kesedihan atau bahkan kehilangan yang telah mereka rasakan sebelumnya. Hal ini mengingatkan saya kepada salah satu teori psikologi dimana seorang individu mampu memperoleh informasi dan juga landasan atas perilaku yang akan mereka lakukan hanya berdasarkan observasi dan pengetahuan mereka belaka, dikarenakan mereka telah mempelajari input dan output yang dilakukan oleh para objek yang mereka observe sebelumnya. Sama halnya dengan ini, para pembaca mempelajari dan mengamati perilaku-perilaku yang dilakukan dan diceritakan oleh para penulisnya, mempelajari output atau ending yang terjadi, dan apa yang seharusnya dilakukan untuk menghindari hal tersebut. Namun terkadang kesalahan berada di pembaca sendiri, yang secara mentah-mentah meniru dan bahkan melakukan kembali kesalahan yang pernah dilakukan oleh penulis. Dan pada akhirnya mereka menghubungi sang penulis via twitter atau bahkan hingga G+ dan berkata "bang.. Saran lu kok gak ampuh? Blabliblublabli..."

Saya pernah mengikuti salah satu saran yang diberikan oleh Raditya Dika pada bukunya Cinta Brontosaurus, dimana long-distance relationship adalah hal yang mungkin bisa dilewati asalkan kita bisa menjaga hubungan dan "tetap menyalakan lampu yang sama". Saya gagal melakukannya, dan begitu juga Dika. Dika tidak salah, namun saya yang salah melakukannya. Seharusnya berbekal dengan informasi yang ia berikan, saya seharusnya memikirkan hal tersebut, dan seakan-akan ending sudah ada di depan mata tetap diterjang.

But, who am I, and woe is me. Belajar dari pengalaman orang lain adalah hal yang baik, bahkan sangat baik, karena kita mampu mengetahui apa yang terbaik tanpa perlu mengalami yang terburuk dari hal tersebut.