Tuesday, September 8, 2015

Metal Gear Solid V - The Phantom Pain: Review 14 Jam Gameplay

Adalah suatu pencapaian tertentu ketika pada hari itu saya mendapatkan SMS dari pegawai GameShop di Best Denki dekat rumah, yang mengatakan bahwa game ini sudah bisa saya ambil. Waktu itu bertepatan dengan gladi resik wisuda saya, dan rasa senangnya melebihi rasa senang bahwa saya sudah kembali di wisuda. Setelah acara saya langsung tancap gas, dan ketika sudah sampai lokasi saya langsung ke BD. Sangat canggung rasanya untuk kembali memegang kotak game dengan title dan wajah karakter yang selama ini menemani saya dalam menua. Sedari muka Snake masih berbentuk low-res polygon hingga wajah high-def. Dari ketergantungan penggunaan Stealth hingga mendapatkan keuntungan dari menggunakan camo. Metal Gear series seakan menjadi saksi bisu perkembangan kehidupan abnormal saya.

Konami, sebuah game developer ternama yang juga telah memproduksi beberapa game tenar lainnya seperti Castlevania, Policenauts, Pro Evolution Soccer, dan juga Silent Hill, kembali memayungi pengembangan game ini. Namun tidak dapat dihindari bahwa, otak dari kehadiran fun stuff ini tidak lain dan tidak bukan adalah Hideo Kojima. Banyak fans dari Metal Gear yang mengatakan bahwa Metal Gear Solid V: The Phantom Pain (MGSV TPP) ini “a Hideo Kojima game…” yang sempat viral di situs 9gag beberapa waktu silam. Hal ini dikarenakan adanya pemberitaan mengenai perseteruan antara Kojima dan Konami semakin panas, terutama ketika MGSV ini dikabarkan menjadi garapan Kojima terakhir dalam saga ini dan hilangnya nama Kojima di cover art game ini. Mungkin ini merupakan suatu realita dalam bisnis industri game, namun entah kenapa saya melihatnya sebagai salah satu strategi marketing yang sangat ampuh. Come on, last Hideo Kojima’s game? Siapa yang gak mau ketinggalan?

Setelah sepertinya melakukan uji coba kedalam gameplay Ground Zero (GZ), akhirnya FOX Engine digunakan ke dalam seri ini secara penuh. Keberadaan lingkungan medan perang yang akan dihadapi oleh Big Boss terlihat lebih natural dan tidak direka-reka. Segala pencahayaan, debu-debu yang berterbangan, pecahan beling hingga goyangan ekor sang D-Horse terlihat nyata. Bahkan engine ini semakin terlihat kelihaiannya ketika anda pertama kali memainkan campaign. Cutscene yang bahkan membuat saya berdecak kagum dan sempat membuat ayah saya (yang kebetulan juga merupakan fans terhadap game ini) mengira cutscene tersebut adalah potongan film yang ada di HBO and stuff. Ayah saya berdecak kagum. Saya juga berdecak kagum. Ocelot berkacak pinggang.

Snake on the Choppa

MGSV TPP merupakan kelanjutan dari Metal Gear Solid V: Ground Zero – yang memang merupakan satu alur cerita – dan juga merupakan prequel seri Metal Gear terdahulu (Metal Gear untuk MSX2)) Dalam installment ini, pemain akan kembali memainkan Big Boss a.k.a Naked Snake, namun telah berganti julukan sebagai Punished “Venom” Snake; an ascribed status that gave more mature and wiser image to Big Boss. Sistem open-world diterapkan dalam seri ini, dan juga pemain lebih diberikan kebebasan dalam menyelesaikan misi-misi yang diberikan, sama seperti GZ. Sehingga opsi pemain dalam menuntaskan game ini secara keseluruhan akan berbeda-beda. Mungkin ada yang akan menyelesaikan game ini dengan stealth yang dominan, atau kaya ala Rambo yang blak-blakan menyerang camp-camp. Keputusan eksekusi ada di tangan pemain, sehingga jadi lebih bervariasi. Dan storyline pun tidak diberikan secara linear. Sehingga pemain dapat memilih opsi free roam hanya untuk sekedar berkeliling map, mempelajari map tersebut, dan mungkin menghancurkan beberapa camp atau instalasi. Dan harap diingat bahwa, segala sesuatu yang player lakukan pada saat free roam, terutama dalam menghancurkan infrastruktur, akan terbawa ke main story, dan terkadang hal tersebut dapat menjadi keuntungan sendiri bagi pemain.

Selain tampilan grafik yang semakin ciamik dan memanjakan mata, AI yang diberikan kepada masing-masing karakter pun semakin cerdas. Terutama pada para “musuh” yang dihadapi. Walaupun mereka mempunyai patrol line yang jelas, namun ketika pergantian waktu (pagi-malam) mereka akan mempunyai spot baru dan jika tidak direncanakan sebelumnya, dapat menjadi suatu timebomb bagi Snake. Dan juga tidak terlupa ketika alert atau caution, para troops ini akan memunculkan kecerdasannya, dan somehow menjadi lebih peka dengan lingkungan sekitar mereka. Bunyi pecahan vas, gemerisik rumput, dan sebagainya. Mereka akan melontarkan flare untuk memperluas scope pandang mereka dan juga memperkecil area gelap bagi Snake untuk bersembunyi.

Walaupun seperti itu, Big Boss sekali lagi diberikan peralatan dan senjata yang dapat dikatakan mumpuni. Pada level-level awal, player hanya akan mampu menggunakan tranquilizer gun yang hanya memiliki kapasitas ammo yang dapat dikatakan sedikit, camo fatigue yang terbatas, tangan mekanik yang hanya bisa mengeluarkan knocking sound yang menggantikan fitur “ketok-ketok tembok agar musuh mendatangi”, dan kuda putih polos sebagai transportasi darat. Namun kedepannya, player dan Snake akan mampu menggunakan beberapa senjata yang lebih baik dan mempunyai fitur-fitur yang membantu, tangan mekanik yang lebih canggih, dan juga companion yang lebih baik dan lebih membantu seperti Quite, sniper babes yang menjadi point of interest saya, dan juga DD the Dog. Tapi sampai dengan tulisan ini ditulis, DD masih pitik, dan saya belum sampai dalam misi merekrut Quiet. Yap!

Metal Gear Series selalu memberikan fitur-fitur yang baru untuk disajikan kepada para penggemarnya. Kita lihat kembali di Metal Gear Solid 3: Snake Eater, dimana CQC diperkenalkan dan permainan tidak hanya mengandalkan teknik “tonjok-tonjok-tendang-pengsan”. Atau sistem jual-beli point yang diberlakukan pada Metal Gear Solid 4: Guns of the Patriots untuk membeli senjata dan upgradenya. Dalam MGSV TPP ini juga beberapa fitur baru diberikan dan bahkan beberapa fitur lama dari installment sebelumnya dihidupkan kembali:

Open-World Maps: tidak tanggung-tanggung, kali ini MGSV mengeluarkan dua map open-world yang memiliki ukuran yang cukup besar untuk seorang Snake: Afghanistan dan Central Afrika. Di dalam tiap map akan terdapat beberapa outpost dan juga camp yang dijaga oleh beberapa troops dan juga villages atau perkampungan yang biasanya telah di ambil alih oleh pihak musuh dan dijadikan semacam base. Terdapat juga beberapa spot seperti relay base, communication base, dan juga semacam HQ ditiap mapnya. Belum diketahui secara pasti apakah terdapat mishap ataupun easter egg yang menunggu untuk ditemukan para pemainnya. Dan juga tidak terlupa mengenai environment effect yang mampu memberikan keunggulan bagi player atau bahkan malah memberikan rintangan baru. Untuk map Afghanistan, player dan Snake akan sesekali dihadapi dengan kehadiran sandstorm yang tidak memiliki spawn pattern tertentu, dimana sandstorm ini akan memberikan keterbatasan jarak pandang, baik Snake maupun musuh disekitarnya. Untuk map Afrika masih belum diketahui apa environment effectnya.

Naked Punished "Venom" Snake struttin' on the sandstorm


GMP: MGSV kembali menerapkan point system seperti di MGSIV sebelumnya, dimana pemain dapat memperoleh point yang bernama GMP yang akan berguna nantinya, baik untuk melakukan upgrade senjata dan peralatan lainnya, hingga melakukan beberapa action tertentu. GMP dapat diperoleh dengan menyelesaikan misi, baik itu main story maupun side-ops, ataupun dengan melakukan eksekusi dengan bersih hingga me-capture suatu camp atau outpost.

Time-Cycle: fitur ini memberikan simulasi medan perang yang sebenarnya, dimana waktu akan terus berjalan secara konstan. Snake dapat saja berdiam diri di satu titik, mungkin dibawah pohon, sembari membiarkan waktu berjalan dan membiarkan hari berganti, namun sepertinya hal tersebut akan mempengaruhi achievement dan juga besar kecilnya GMP yang diperoleh pemain.

Fulton, Recruitments, and Motherbase were back!: Fulton recovery system kembali di turut sertakan dalam installment ini. Dan begitu juga dengan keberadaan Motherbase yang fully roamed serta sistem rekruitmen troops untuk memperluas keluarga mercenary Diamond Dogs ini. Ketiga hal ini sebelumnya telah pernah di masukan kedalam gameplay Metal Gear Solid Peace Walker dan Metal Gear Portable Ops yang diperuntukan untuk konsol PSP, namun penggunaan fitur ini menjadi lebih luas dan lebih baik di installment ini. 

Fulton Recovery on Sheep

Fulton recovery system merupakan suatu alat multifungsi yang dapat Snake pergunakan dari bagian awal permainan, yang memiliki fungsi sebagai balon penyelamat. Kedepannya, fulton ini akan dapat di-upgrade levelnya, sehingga dapat lebih efisien dalam melakukan perekrutan anggota, hingga melakukan sesi penyelamatan. Motherbase merupakan semacam HQ – yang kalo anda mengikuti dari GZ – yang telah dirusak dan dihancurkan oleh XOF dan akan dibangun kembali. Jika dulu pada Peace Walker anda hanya melihat dari eagle eye saja akan Motherbase ini, sekarang anda bisa free roaming di area industrial ini. Pada awalnya anda hanya akan mempunyai satu rig saja, sampai pada point tertentu anda akan diberikan kemampuan untuk melakukan pembangunan rig lainnya dengan mengeluarkan sejumlah GMP. Seingat saya ada opsi untuk membangun empat rig dengan konsentrasi berbeda: R&D, recovery, brigs, equipment kalau tidak salah. Mungkin kedepannya, opsi yang diberikan akan lebih banyak lagi. Dan recruitment kembali muncul, dan dengan menggunakan fasilitas fulton, anda tidak perlu lagi bersusah payah memukul pingsan salah seorang troop dan menggotongnya menuju truck atau titik tertentu seperti pada jaman Peace Walker atau Portable Ops. Para troops yang direkrut, kedepannya akan dapat anda temui sedang berkeliaran di Motherbase, member hormat kepada Snake, atau bahkan bergosip ria sembari melakukan patroli. Pada dasarnya para troops di dalam game ini (alias kroco-kroco ini) mempunyai rank dan skill masing-masing, sama seperti di game pendahulunya. Namun nanti pada satu titik, anda akan mampu melakukan scan kepada para troops yang ada di medan perang untuk melihat rank dan skill mereka, sehingga anda tidak perlu membuang-buang persediaan fulton ataupun ammo anda demi calon anggota Diamond Dogs yang berkemampuan rendah.

Reflex-Time: Mungkin saya sudah lupa, namun beberapa website yang telah memberikan review terhadap game ini (website luar tentunya) mengatakan bahwa fitur flex-time atau reflex time ini telah diterapkan sebelumnya pada gameplay GZ. Semacam bullet time di Matrix, reflex time akan memberikan anda kesempatan untuk menetralisir keberadaan serta ketegangan anda ketika secara tidak sengaja terlihat oleh para troops atau penjaga. Akan terdengar bunyi yang sangat signifikan ketika sang troops kaget melihat keberadaan anda dan waktu seakan melambat. Pada kesempatan itulah anda dapat memaksimalkan aksi anda dalam “membungkam” sang penjaga kagetan tersebut: entah menembakan tranquil bullet langsung ke kepalanya (agar kemudian ia bisa di rekrut menggunakan fulton) atau menggunakan lethal bullet. Namun nampaknya, reflex time ini akan berhenti setelah anda menghabisi satu target saja, atau anda ingin mengganti senjata yang anda gunakan (misal: dari EZ gun menjadi famas, ketika proses penggantian, reflex time akan terhenti).

Mechanical Arm: Saya lupa nama yang mereka gunakan dalam game tersebut, namun sudah pasti itu adalah suatu tangan prostetik mekanik yang mutakhir. Pada awalnya tangan ini hanya memiliki kemampuan untuk memproduksi bunyi seperti orang sedang mengetuk-ketuk suatu lapisan demi mencari perhatian kepada orang disekitarnya. Snake nampaknya sudah sangat familiar dengan benda ini, dikarenakan gerakannya yang luwes dan tidak canggung ketika melakukan CQC. Nanti ada kemungkinan bagi sang tangan untuk mendapatkan upgrade setelah anda melewati beberapa misi krusial di main story dan juga side ops.

D-Dog and Other Companions: Companion merupakan suatu hal yang baru yang saya temui sepanjang seri MGS. Entah apakah kehadiran Snake ketika Raiden membutuhkan pertolongan pada MGSII juga termasuk companion dan keberadaan EVA di MGSIII juga sama halnya, namun saya melihat sesuatu yang baru disini. Companion awal dimulai sedari awal game dimulai, ketika anda nanti akan bertemu dengan Ishmael hingga akhirnya cutscene berakhir. Lalu ketika sudah memasuki tahap awal permainan, anda akan diberikan D-Horse sebagai companion sekaligus sarana transportasi. Lalu setelah beberapa saat, anda akan berkesempatan untuk menyelamatkan seekor anjing kecil yang nantinya akan tumbuh besar dan mampu menjadi companion anda yang bernama DD (D-Dog). Selanjutnya eksistensi Quiet, sniper sexy, sebagai companion. Saya tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut, karena saya belum sampai ke tahap itu. Para companion ini diberikan opsi untuk di-custom sesuai dengan yang anda inginkan dan butuhkan. Seperti D-Horse yang memiliki opsi untuk dikenakan pakaian perang (semacam rompi dan visor anti-peluru), dan mungkin akan sama dengan kustomisasi DD dan Quiet.

A trusty companion - D-Horse. Soon it will be able to do several different tricks. And also may replaced by DD or Quiet.

Gotta Fulton’em All!: Fulton, selain memiliki fungsi sebagai penyelamat dan mesin perekrut, juga memiliki peran penting. Di dalam dunia yang sungguh open-world ini, Snake selain menemui musuh-musuhnya, ia juga akan bertemu dengan hewan-hewan, tumbuhan, persenjataan berat, kendaraan, hingga cargo yang berisikan bahan-bahan serta perlengkapan yang dapat membantu pembangunan Motherbase. Peran fulton disini adalah menangkap dan/atau mengangkut sebanyak mungkin hewan, peralatan, persenjataan, kendaraan, bahkan cargo tersebut untuk dipindahkan ke Motherbase, yang pada akhirnya nanti sepertinya akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan pola permainan dari game ini. Hewan yang anda dapat temui berkisar dari burung gagak hingga beruang; kendaraan berat seperti jeep hingga tank dapat anda angkut, dan juga tersebarnya cargo yang penuh dengan barang berguna di beberapa camp, outpost, hingga village dimana para troops bersiaga.

Metal Gear Online: merupakan suatu fitur yang sudah dapat diakses per tanggal 1 September silam. Namun saya belum sempat merasakan dan mencoba fitur tersebut. Dikarenakan minimnya quota internet. Yap.

Yang dapat saya simpulkan dari 14 jam saya memainkan game ini adalah: it’s a huge game. Dahulu mungkin 14 jam saya sudah dapat menamatkan MGS, MGSII, atau MGSIII. Namun sekarang, sudah 14 jam saya baru mendapatkan overall complete indicator sebesar 2%. Banyak ekspektasi dan juga ketertarikan saya terhadap alur cerita seri ini, bahkan pada saat tulisan ini diketik, ada hasrat diri untuk melihat dan membaca laman wikia yang pasti akan sangat spoiler. Melihat penilaian beberapa web reviewer yang memberikan nilai tinggi bahkan sempurna (seperti Gamespot dan IGN memberikan 10/10), saya merasa bahwa asumsi saya mengenai ketenaran game ini benar. Game yang telah ditunggu-tunggu oleh para fans sejatinya. Dengan suatu gebrakan yang baru dan juga semacam final curtain call, Metal Gear Solid V akan menjadi suatu game legendaris dan dapat diangkat menjadi game klasik dikemudian hari.

Friday, September 4, 2015

From These Glasses: Alay

Jam memperlihatkan pukul 10 pagi, dan di televisi, saya secara tidak sengaja melewati sebuah channel local yang sangat eye-catching walaupun hanya sekelebat mata. Dengan alokasi panggung yang dapat dikatakan cukup besar dan luas, nampaknya mampu menahan satu idolgroup yang berpentas jejingkrakan atau bahkan dua biduan dangdut yang menyanyikan lagu berlirik biasa saja namun memberikan goyangan yang erotis bahkan, dapat dikatakan, cenderung memaksa untuk erotis. Tidak seberapa lama, sang MC bermunculan dari samping panggung, mengenakan kacamata hitam dan pakaian yang agak terlalu berlebihan untuk dikenakan di siang hari. Ah, artis, nobody will ever blame them for something they wear or stuff; people loved them. Kamera berganti scene, sekarang menggunakan craneshoot melihat area panggung secara lebih luas, dan pada akhirnya mampu memberi tahu audience bahwa panggung tersebut berada di tengah-tengah kompleks ruko. And there’s a helluva people.

Sedari dulu saya selalu bertanya-tanya, siapakah orang-orang itu? Siang bolong gini, kenapa gak pada kerja? Malah jejogetan dan melakukan chanting atas suatu lagu, atau bahkan menimpali jokes receh yang diberikan oleh para MC dengan teriakan “WAAAAAAAAAA” atau “WOOOOOOOO” atau “CIEEEEEEE”. Who are they? And why they’re here? Apakah memang telah diciptakan oleh Sang Maha Kuasa suatu kaum yang hanya eksis di dunia perpanggungan dan audiensi?

Dahulu...

Circa 2009-2010, sebuah band local bernuansa rock (atau rock-n-roll mungkin) bernama Superglad menggubah suatu lagu yang berjudul “Alay”. Pada saat itu, saya ingat, frontman Superglad, Buluk, masih melakukan siaran sore bersama Jimi “The Upstairs” di TraxFm. Entah saya benar atau salah, pada suatu hari, kedua penyiar tersebut memutarkan lagu Superglad tersebut di udara. Dan pada suatu hari, Buluk mengabarkan bahwa Superglad akan pentas di salah satu acara tv lokal yang mengedepankan band-band dan penyanyi-penyanyi yang sedang naik daun, baik itu yang sudah dikenal maupun yang belum terkenal, yang sedang marak di kalangan masyarakat menengah dan menengah kebawah. Dan Buluk pun mengatakan bahwa mereka akan membawakan lagu tersebut di acara tersebut, dan hal tersebut membuat gempar. Why, you asked?

Mungkin sebelum kita beranjak lebih jauh, lebih baik saya ambil cuplikan lirik Superglad tersebut:

Foto dengan angle dari atas
Mulut sedikit manyun tanpa harus tersenyum
Maaf dibilang MUV
Jadi dun kita cabcus
Apa u di hums?


Mungkin sebagian anak muda jaman sekarang tidak mengalami fase seperti ini: foto diri sendiri dari sudut tertentu diatas wajah baik dari arah kiri atau kanan; gaya raut muka terbatas – apakah itu meletakan 1 jari di pipi, gaya hormat upacara bendera, membelendungkan pipi, meletakan jari didepan bibir yang mencibir, atau bahkan melihat arah lain seolah-olah foto tersebut merupakan foto candid; penggunaan Nokia Photo Editor masih ramai; Facebook merupakan media sosial yang baru dipahami oleh generasi itu dan Friendster sedang mengalami masa puncaknya; bahasa sms yang terkadang membutuhkan keterampilan tertentu dan intelegensia yang cukup untuk mampu menerjemahkannya. Itu adalah jaman saya, jaman kami, jaman dimana “Alay” merupakan suatu fase yang tidak dapat dihindari dari pembentukan kepribadian dan kultural remaja.

Definisi...

Mengutip dari lirik Superglad kembali, definisi Alay merupakan suatu istilah untuk “anak kampungan” [1]. Sedangkan menurut kamus urban anak jaman dahulu, Alay merupakan singkatan dari “Anak Layangan”; term yang muncul dikarenakan dulu masih sering terlihat anak-anak remaja tanggung bermain layangan dipinggiran tol, dan kebanyakan dari mereka berambut merah kecoklatan (karena terlalu lama terkena matahari) [2][?]. Perlahan term ini bergeser pengertiannya. Semakin mengarah dan mendekati tahun 2011-an, Alay memiliki pengertian sebagai “para individu muda yang memiliki gaya hidup, preferensi trend dan musik, serta aktifitas yang sudah tidak dilakukan atau digunakan atau dipilih oleh sebagian besar individu lainnya.” [3] Namun, hal ini harap dibedakan dengan kalangan hipster di Jakarta, dimana Alay lebih terfokus dan tergeneralisasi untuk segala aspek mode dan preferensi yang dikatakan “kampungan” sedangkan hipster lebih kepada mode dan preferensi yang “berbeda arus namun trendy”.

Harap membedakan yang mana Hipster (kanan) yang mana Alay (kiri) - Photo: Google

Pada dasarnya keberadaan Alay dan hipster dapat dikatakan sama: kedua subculture ini bertolak kepada perubahan persepsi dan juga preferensi, baik dari sisi individu yang melakukan dan juga dari sisi individu yang memperhatikan/ masyarakat umum. Namun perbedaannya adalah Alay lebih memiliki konotasi yang negatif dibandingkan hipster yang lebih cenderung kepada konotasi positif.  Hipster masih dianggap sebagai subculture atau bahkan gaya hidup tertentu, sedangkan Alay terkadang malah menjadi suatu status yang diberikan kepada seseorang yang bersifat negatif.

Sebagai contoh dilihat dari teknik pengambilan foto diri (selfie). Para alay masih memiliki kecenderungan untuk menggunakan rumus “45 derajat diatas garis muka + geser kanan/kiri” atau bergaya sembari mengacungkan jari tengah + berkacamata hitam + muka sengak. Rumus tersebut masih belum dapat dikatakan absolut, namun jika dilihat dari beberapa akun Facebook dan bahkan akun Twitter pada saat ini yang dapat dikatakan “akun alay”, rumus tersebut masih sering mereka pergunakan. Walaupun perumusan gaya tersebut masih belum memiliki perkembangan atau perubahan yang signifikan, namun tindakan komplementer selanjutnya – yaitu melakukan pengeditan terhadap muka dan foto mereka – sudah dapat dikatakan memiliki perkembangan. Dapat dilihat bahwa pada saat ini, smartphone merupakan produk yang dapat dimiliki oleh siapapun, berbeda dengan keadaan beberapa tahun silam. Sehingga, wajar terjadi jika sudah semakin sedikit kita melihat foto-foto yang memiliki embel-embel Nokia Photo Editor (ditandai dengan low res picture dan in-caption dengan font 8-bit) dan semakin sering kita melihat foto dengan wajah yang tampak sedikit awkward, dimana penggunaan Camera360 atau Beautify sebagai aplikasi untuk mengedit foto diri agar terlihat “baik” menjadi semakin tenar. Hal ini (walaupun belum dapat dikatakan absolute) dapat dilihat dari: ukuran wajah yang terkadang tidak proporsional; kadar white tone dalam foto terlampau tinggi; dan keanehan-keanehan lainnya dalam rangka memperbaiki penampilan di dalam foto tersebut.


Dahulu vs Sekarang

Kembali ke Superglad dan juga konser mereka diantara kaum alay tersebut. Ada yang menyatakan bahwa crowd acara tersebut hanya tertegun mendengar lagu mereka. Ada juga yang menyatakan bahwa ada gempar-gempor setelah acara tersebut. Saya secara pribadi tidak melihat kejadian itu di televisi, namun Buluk (seingat saya) membicarakan hal tersebut di suatu hari, ketika ia dan Jimi sedang siaran. Dan semenjak saat itulah para audience acara-acara seperti Dahsyat, Inbox dan sejenisnya, menari, bernyanyi, teriak-teriak menimpali jokes para mc, secara resmi disebut Alay.

Bagaimana dengan sekarang? Apakah mereka masih ada? Tentu saja, dan nampaknya hal ini tidak akan menghilang begitu saja. Gaya akan selalu berubah, dan begitu juga gaya hidup. Begini, pada dasarnya para alay cenderung “telat” dalam mengikuti perkembangan trend, sehingga mereka terlihat misfit dan juga terkesan ketinggalan jaman. Sehingga, kaum ini tidak akan habis, mereka akan terus ada, mengikuti trend yang ada, namun terlambat.

Raditya Dika (penulis idola cihuy) juga pernah memasuki fase Alay - suatu bukti bahwa ke-Alay-an merupakan sesuatu yang temporal. Photo by Raditya Dika (web)

Alay akan terus ada, mungkin hingga nanti hari kiamat tiba (tergantung kepercayaan dan agama masing-masing). Mereka, para individu yang masih mengenakan celana melorot dan mempertunjukan boxer mereka masing-masing. Mereka, para individu yang masih suka mengambil foto dari angle atas tanpa menggunakan tongsis atau alat bantu fotografi lainnya selain tangan mereka sendiri. Mereka, yang menganggap bahwa menyetel lagu handphone menggunakan speaker di ruang public adalah tindakan yang biasa saja. Ada ruang di diri kita masing-masing untuk para individu tersebut. Seberapa parahnya perilaku mereka, seberapa tidak matchingnya pakaian yang mereka kenakan.

Karena pada dasarnya kita secara personal tahu, bahwa kita juga pernah mengalami masa yang sama. Masa dimana pencarian jati diri dilaksanakan. Mencari sesuatu yang cocok dan mungkin bisa menjadi suatu identitas diri. Mereka adalah jiwa-jiwa yang tersesat dan tidak tahu arah jalan pulang. Mereka sudah kepalang tanggung, tidak ada jalan untuk kembali. Mereka sudah memasuki fase tersebut, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikannya, adalah dengan menjalaninya.

****

P.S.
Penulis merupakan lahiran 91, which is masa kegelapan saya merupakan masa dimana saya SMA. Mulai dari celana gombrong, jaketan setiap hari, mendengarkan band-band mendayu-dayu, rambut di highlight merah, pernah foto dari angle atas, bahkan dari bawah juga pernah, pernah melakukan ala-ala Jackass di taman deket rumah bersama temen satu angkatan, mendramatisir kehidupan personal, melukai diri sendiri dengan mecut lengan menggunakan senar gitar yang sudah putus, mendengarkan lagu galau ketika patah hati, berpakaian aneh bin gak matching, mengenakan celana agak melorot dan boxer kelihatan, menyetel musik dari handphone menggunakan speaker agar terkesan keren (padahal annoying), menggunakan aksesoris seperti kalung pedang dan bahkan cincin tengkorak, dan yang paling penting dan belum saya bahas diatas adalah penggunaan bahasa alay selama kurang lebih 3 tahun masa saya di SMA. Mungkin akan dicoba dibahas di lain kesempatan.